curhat: pusing sama pengeluaran anak sekolah
cerpen - mama belajar uang

Pusing Sama Pengeluaran Sekolah Anak

Pagi itu, suasana di lapak sayur Pak Darto seperti biasa, ramai oleh ibu-ibu yang berbelanja. Aroma kangkung segar, cabai rawit pedas, dan bumbu dapur lainnya berpadu dengan obrolan ringan yang tak ada habisnya. Di antara tumpukan kentang dan wortel, Ibu Bela tampak murung. Ia menghela nafas panjang sambil memilih terong ungu yang besar-besar.

Curhatan Ibu Bela

“Duh, pusing banget, Bu,” keluhnya pada Ibu Sari yang berdiri di sebelahnya. “Kemarin habis bayar ini-itu buat sekolah anak. Padahal ya, sekolah negeri, tapi kok tetap saja pengeluarannya banyak. Ada buat seragam olahraga, uang kas, printilan ini dan itu. Gak ada habisnya!”

Ibu Sari tersenyum tipis sambil menimbang-nimbang tomat. Ia tahu betul kebiasaan Ibu Bela yang gemar belanja. Setiap ada diskon, pasti Ibu Bela yang paling depan. “Memang banyak bu. Ibu bisa coba mencatat pengeluaran bulanannya.” tanya Ibu Sari lembut.

Ibu Bela mengerutkan dahi. “Mencatat? Maksudnya gimana, Bu?”

Tips Dari Ibu Sari

Ibu Sari meletakkan tomatnya dan menjelaskan, “Jadi, setiap awal bulan saya selalu membuat daftar. Pengeluaran yang pasti, seperti uang sekolah, listrik, air, cicilan, dan belanja bulanan. Lalu, saya sisihkan uang untuk biaya tak terduga. Termasuk biaya anak sekolah. Kemudian saya biasanya menyisihkan dari jauh-jauh hari.”

Ibu-ibu lain yang sedari tadi menyimak ikut tertarik.

“Wah, bagus juga idenya, Bu Sari” celetuk Bu Rita. “Kalau saya, uangnya pasti langsung habis buat beli jajan anak”.

Pak Darto, si tukang sayur, ikut menimpali sambil membungkus pesanan. “Betul, Bu. Uang itu ibarat air, kalau tempat yang menampung airnya bolong-bolong ya pasti habis.”

Ibu Bela terdiam. Ia mulai mengingat-ingat. Setiap bulan, uang gajinya selalu habis tak bersisa. Ia sering belanja printilan untuk dirinya sendiri atau sekadar ikut-ikutan tren yang dilihatnya di media sosial tok-tok-dor. “Saya kan juga pengen jajan Bu sebagai self-reward misalnya beli tas yang harganya diskon,” belanya.

Ibu Sari mengangguk. “Tidak apa-apa, bagi saya self-reward itu tidak masalah. Tapi jangan sampai kita merasa hemat dikarenakan mendapat diskon, kalau dijumlah maka pengeluaran kecil-kecil itu bisa jadi besar.”

Mendengar itu, Ibu Bela merasa tertampar, lalu sadar kalau kebiasaannya selama ini tidak baik. Ia mulai berpikir untuk menerapkan saran Ibu Sari.

“Jadi, kita harus mengantisipasi pengeluaran dari jauh hari. Jangan sampai pas butuh, uangnya tidak ada,” pungkas Ibu Sari sambil membayar belanjaannya. “Yuk, mulai coba bulan ini, Bu!”

Ibu Bela mengangguk mantap. “Iya, Bu Sari. Makasih banyak ya sarannya. Mulai sekarang, saya mau belajar keuangan dan coba catet setiap pengeluaran biar gak boncos.”

Halo Mam, Kenalin aku Mam Yuni, ibu dari anak-anak sehat yang menulis blog ini sebagai jurnal aku belajar uang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *